Islamedia - Dunia dikejar, harta dikejar, akhirnya tiada selesainya.
Kebutuhan , apalagi keinginan, bila terus dituruti tidak akan ada
habisnya. Terpenuhi yang ini, muncul yang lain. Terkejar keinginan yang
satu, kepingin lagi mengejar yang lain.
Begitu seterusnya, hingga kita sendiri tidak bisa menikmati apa yang
dulu berusaha mati-matian mengejarnya. Berenang tanpa tepian.
Disuatu tempat, tersebutlah Pak Dahlan yang sedang terbaring lemah.
Dunia yang dia kumpulkan susah payah, hanya bisa memberikan tempat
tidur seukuran dia saja. Tidak bisa dia gapai ketika dia sakit. Tidak
ada yang bisa dia nikmati ketika ia tidak sehat seperti sekarang ini.
Dia memiliki kulkas empat pintu, tapi satu pun tidak ada yang terbuka
untuknya.
Dimeja makan rumahnya terhidang paling sedikit 3 macam buah-buahan,
nasi lengkap dengan tujuh macam lauk, mulai dari tempe goring panas,
tahu cina goreng, sayur asem, gabus kering, ayam goreng, otak spai yang
dipepes, sambal goreng, plus lalap-lalapan.
Semuanya menggoda bila kita sehat, dan semuanya siap santap. Tapi apa
yang Pak Dahlan makan ? Tidak ada, hanya bubur. Itupun bubur yang
disaring terlebih dahulu. Bahkan kini, ketika ia masuk rumah sakit,
hanya ciaran infuse yang bisa masuk ketubuhnya.
Pak Dahlan juga susah payah membangun rumah super mewah Indah, dengan
keramik import, kamar mandi sekelas hotel, perabotan mewah dan mahal
kiriman kolega dari singapura. Belum lagi deretan mobilnya, dari mulai
kelas keluaran Jepang hingga merk-merk keluaran Eropa. Tapi ya karena
sedang tidak bisa bangun, sepeda motor Honda milik Parmin pembantunya
pun tidak bisa ia naiki.
Dunia yang ia kejar, harta yang ia kumpulkan tak mau dekat-dekat dengan dia yang sedang berbadan sakit.
Sakiiit, hati pak Dahlan. Di dunia saja mereka tidak mau membantu, apalagi kelak di akhirat!.
Pada cerita dunia yang lain, ada Pak Jacoeb yang sedang termangu di
ruangan sempit. Terbayang jabatannya yang sudah diisi oleh orang lain.
Terbayang kemewahannya yang ‘susah payah’ ia garap. Terbayang wajah anak dan istrinya. Semuanya tinggal bayangan, karena semuanya tidak ada disekitarnya.
Ia sedang menjalani vonis hukuman penjara dunia, 2 tahun penjara dipotong masa tahanan 2 bulan.
Pak Jacoeb yang gagah ketika menjabat, Pak Jacoeb yang jago
‘men-create’ proyek, kini bagaikan gedebong pisang; bernyawa tapi tak
berjiwa, berjiwa tapi tak bertenaga, dan tidur beralaskan kasur tipis
seadanya.
Ah, dunia yang dulu ia sangat ia kejar, sangat ia dambakan, sehingga ia
berani berbuat nekat untuk menjamahnya, kini malah tak mau dekat
dengan dia. Dunia, yang dulu begitu ia dambakan, jabatan dan posisi
yang dulu begitu ia agung-agungkan, kini mencampakkannya begitu saja,
dan malah memberikan kehinaan.
Bila Pak Dahlan
Dijauhi dunia
Lantaran badannya yang sakit,
Pak Jacoeb dijauhi dunia
Lantaran hatinya yang sakit
Cerita Pak Dahlan dan Pak Jacoeb di atas mengajarkan kita pada beberapa hal, yang pertama
adalah bahwa dunia tidak usah didewa-dewakan begitu rupa, sehingga
kita lupa bahwa masih manusia, dan akan kembali pada Sang Pencipta.
Yang kedua, dunia yang kita kejar,
dunia yang kita buru, tidak akan banyak berbuat bagi kita. Boro-boro
di akhirat, di dunia pun tidak bisa ia berbuat banyak bagi kita.
Terutama bila badan dan hati kita sakit.
Yang ketiga, mengingatkan kita
akan ketidakabadian dan kefanaan harta. Bahkan yang ketiga ini bisa
terjadi justru ketika dunia sedang tergenggam; tidak menunggu kita
meninggal.
Jadi untuk apa kita berbuat total untuk dunia. Biasa sajalah. Dunia itu
tidak mau direpotkan oleh kita. Dunia punya sifat cenderung susah
diatur, apalagi oleh orang-orang pelit dan serakah. Dunia mempunyai
kecenderungan sulit dikendalikan, apalagi oleh orang-orang yang zhalim
terhadap Tuhannya.
Maka untuk mereka yang miskin tidak usah bersedih, dan untuk mereka
yang kaya atau yang berkecukupan tidak usah sombong. Semuanya sama,
bila tidak kita yang meninggalkan dunia, maka pilihan lainnya adalah
dunia yang meninggalkan kita. Salah satu dari keduanya pasti akan
terjadi didalam kehidupan kita sebagai manusia.
Terakhir, ketika manusia berhenti
bernafas, dunia hanya memberikan tanah untuk pekuburan, batu nisan
untuk menandai pekuburan, dan kain kafan untuk membungkus badan.
Hanya itu hadiah kenang-kenangan dari dunia,
karena dunia diciptakan dalam kondisi sifat yang pelit. Dunia
dipastikan tidak akan mengurusi kita atau menaruh perhatian kepada kita
kalau sudah keputusan dari Sang Pemberi Keputusan, bahwa dia yang
meninggalkan kita atau kita yang meninggalkan dia. Dunia ditakdirkan
hanya mengurus kepentingan dirinya saja.
Dunia diibaratkan sebuah kebun, yang disiram air hujan kemudian
lama-lama kering dan hancur. Sedangkan Allah, Pemiliknya, tak pernah
hancur.
“ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia
ini hanyalah permainan, kelalaian, perhiasan, dan berbangga-bangga
antara kamu dan berlomba banyak harta dan anak. Seperti air hujan yang
tanamannya mengagumkan petani, kemudian tanamannya menjadi kering dan
kamu lihat warnanya mongering, kemudian hancur. Dan di akhirat ada azab
Allah yang keras dan ada pula ampunan dari Allah dan keridhaan-Nya.
Dan tiadalah kehidupan dunia melainkan kesenangan yang menipu.” (QS. Al hadid:20)
Demikianlah tulisan ini tiada maksud membuat anda alergi menjadi orang kaya. Bukan!.
Maksudnya sekedar memiliki kearifan dalam memandang dunia. Sayangi
dunia dengan tidak melupakan Pemiliknya, jadikan dunia sebagai bekal
menuju akhirat, sayangi dunia dengan tidak melalaikan sang Pemberi. Dan
sisakan sebahagian dunia untuk amal sholeh di akhirat nanti. Wassalam.[Daqu Magz]