Kamis, 17 Mei 2012

KALA YUSUF MANSYUR MENCARI TUHAN YANG HILANG

Kala Yusuf Mansyur Mencari Tuhan yang Hilang
 “Ketika mereka melupakan apa-apa yang Kami peringatkan kepada mereka, justru Kami bukakan pintu segala kesempatan buat mereka. Maka kemudian ketika mereka merasa senang, merasa gembira, dengan keberhasilan, kesuksesan mereka, tiba-tiba Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, jadilah mereka terdiam berputus asa.” (Al An’am: 44)
Itulah ayat yang tercetak di sampul belakang buku Mencari Tuhan yang Hilang karya Ustadz muda Yusuf Mansyur. Dimana 35 kisah perjalanan spiritual  pimpinan Pondok Pesantren Daarul Quran Bula Santri, Cipondoh, Tangerang dan pimpinan pengajian Wisata Hati ini dalam menepis azab dan menuai rahmat di dalamnya, akan membuat Anda terhenyak, terharu, tercenung.
Untuk kemudian merenung.
Bahwa kita, bisa jadi termasuk salah satu hambaNya yang lalai.
***

Lalai bisa dimulai dari hal-hal kecil.
Bisa dimulai dari menunda-nunda waktu beribadah, hanya karena sedang menjalani rapat atau wawancara kerja. Bisa juga berarti tak bersyukur atas semua nikmatNya yang telah diterima. Bisa pula berarti tak usai berkeluh kesah atas semua derita. Dan bisa pula, tak bercermin atas semua laku perbuatan yang buruk rupa.
Lalai-lalai kecil inipun menggunung. Membawa banyak dampak tak sedap yang disebut-sebut sebagai neraka dunia. Mulai dari putus kerja, sakit yang tak kunjung pulih, belitan hutang, sulit mendapatkan jodoh, ketidakharmonisan rumah tangga, dan setumpuk masalah lainnya.
Secuil neraka dunia inilah yang sempat dicecap oleh seorang Yusuf Mansyur.
***
19 Desember tiga puluh dua tahun yang lalu, Yusuf Mansyur terlahir dari pasangan Abdurrahman Mimbar dan Humrif’ah. Dibesarkan dalam keluarga Betawi yang berkecukupan, Yusuf tumbuh menjadi sosok yang cerdas, namun juga pembangkang. Lulusan terbaik Madrasah Aliyah Negeri 1 Grogol, Jakarta Barat, tahun 1992 ini pernah kuliah di jurusan Informatika namun berhenti tengah jalan karena lebih suka balapan motor. ”Semua hal saya lakukan dengan pertimbangan yang konyol; ’bagaimana nanti saja’ atau ’yang penting selamat dulu’ , arogan dan tanpa perhitungan. Tidak pernah saya berpikir apakah yang saya lakukan itu bertentangan dengan hati, melanggar hukum, moral atau tidak,” (hal 1).
Pada tahun 1996, Yusuf terjun di bisnis Informatika. Sayang bisnisnya malah menyebabkan ia terlilit utang berjumlah miliaran. Gara-gara utang itu pula, Ustadz Yusuf merasakan dinginnya hotel prodeo selama 2 bulan. Setelah bebas, Ustadz Yusuf kembali mencoba berbisnis tapi kembali gagal dan terlilit utang lagi. Cara hidup yang keliru membawa Ustadz Yusuf kembali masuk bui pada tahun 1998. ”Di hari kebebasan saya, 25 Juni 1999, abang saya berkata keras kepada saya bahwa sudah saatnya saya melakukan pertaubatan yang serius. Meski hanya sempat menjadi penghuni tahanan tingkat polisi sektor, di mata abang saya hal itu sudah sangat memprihatinkan. Cukup memalukan. Saya dilahirkan dalam keluarga kyai. Saya dibesarkan dengan pendidikan agama yang tidak kurang-kurangnya, plus pengawasan yang lumayan ketat. Tapi kok ya sempat ditahan. Dua kali lagi!
Nah, pada kali kedua inilah abang saya tidak bisa lagi mentolerir. Dia menganggap, bila kali ketiga kemudian terjadi, maka saat itulah riwayat saya akan berakhir.
Saya sempat ragu. Bagaimana mungkin saya bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat, berhenti dari kegiatan-kegiatan kejahatan, merekayasa sesuatu, mencari korban-korban baru, merampok mereka secara halus, sementara banyak hal yang masih harus saya selesaikan. Dan di benak saya hingga saat itu, bahwa tidak mungkin masalah saya selesai kecuali dengan melakukan kejahatan yang lebih besar lagi, yang mana saya hasilnya saya harap bisa menutup semua keburukan saya, untuk kemudian baru berhenti total.
Pikiran-pikiran seperti itulah yang juga terus mendorong saya berbuat keburukan dan aniaya. Tapi yang sesungguhnya terjadi, justru mengantar saya kepada keterpurukan yang luar biasa. Masalah saya semakin besar.” (hal 2-3).


Namun malam itu sekaligus menjadi malam yang istimewa bagi seorang Yusuf Mansyur. ”Malam itu, tanpa sengaja, saya membuka lembaran Al Quran. Mata saya tertumbuk pada ayat 1 sampai dengan ayat 6 surat At Taubah. Saya mengambil poin-poin penting. Ada kata-kata kunci yang membuat saya jadi tertunduk dan menangis sejadi-jadinya. Yaitu, kebebasan; pelepasan dari kemusyrikan yang tidak saya sadari; statement Allah bahwa bertaubat itu lebih baik; memenuhi perjanjian; dari sifat Allah, Ghafur dan Rahim.

Terus, ayat 3-nya, seolah juga tahu bahwa saya ragu untuk bertaubat gaya abang saya, dengan menyatakan: ’Apapun kejadiannya, berhenti total dari semua kejahatan dan perilaku buruk itu adalah lebih baik.’  Kemudian ayat 2-nya, memberi satu isyarat bahwa saya harus berjalan dulu selama 4 bulan (dalam proses pertaubatan).” (hal 4-5)

Seketika, pecahlah tangis Yusuf.

”Air mata saya mengalir deras. Di tengah kezaliman yang saya lakukan, di tengah kedurhakaan dan kemaksiatan yang saya perbuat, Ia, yang Maha Suci, masih sudi ’menengok’ ciptaanNya ini. Dia memberi motivasi, di tengah keputusasaan. Dia juga menemani saya di tengah kesendirian. Dan bahkan di kemudian hari, Dia pun menegur saya secara halus di tengah kelalaian dan kesalahan-kesalahan saya yang baru.” (hal 4)
Malam itu sekaligus menjadi malam yang istimewa bagi seorang Yusuf Mansyur. Karena ”malam itu, saya ’berbicara’ dengan Tuhan.” (hal 4).
***
”Dia tidak hilang
dan tidak menghilang
Dia selalu menunggu
selalu mengulurkan tanganNya
hati yang kotor inilah yang menghalangi melihatNya,” (hal 4)
Itulah rintihan lirih Yusuf dalam kesendiriannya, yang kemudian mengawali 35 perjalanan spiritualnya dalam buku ini. Dimana Yusuf memilih menggunakan nama Luqman Hakim. ”Tokoh Luqman Hakim dalam buku ini bukanlah Luqman Hakim yang diabadikan oleh Allah dalam ayat-ayat Al Quran, sosok tokoh yang saya ciptakan sendiri, sebagai media penuturan saya.” (hal 7)
Perjalanan Luqman Hakim pun dimulai.
***
Dalam dua bab pertama berjudul Tersadarkan (1) dan Tersadarkan (2), Yusuf menuliskan tentang sosok Luqman yang bermimpi didatangi oleh saudara misan dan bundanya yang menuding pertaubatan Luqman sebagai pertaubatan semua. Luqman juga bermimpi dikejar-kejar bak buronan. Yusuf juga menuliskan tentang pengalaman Luqman ketika dua kali dipenjara. ”Pada saat dipenjara yang pertama, Luqman masih mengandalkan tiga hal; kemampuan negosiasi, kekuatan uang, dan sedikit sentuhan kekuasaan dunia (mencari dukungan aparat yang lebih tinggi wewenang dan kekuasaannya.


Di penjaranya yang kedua, Luqman tidak bisa lagi mendapatkan sentuhan tiga hal di atas. Ia sudah tak punya apa-apa dan sudah tak bisa melakukan apa-apa. Bahkan keputusasaan hampir merenggut nyawanya.

Rupanya disinilah perbedaan terletak. Di saat ketidakberdayaannya, ia mendatangi Allah. Di saat kemustahilan membayangi, ia mendatangi Allah. Hasilnya, Luqman malah mendapatkan kebebasan lebih cepat dari yang pertama, yaitu hanya 14 hari masa tahanan.
Menurut hitungan matematis dan rasio manusia, tidak mungkin Luqman dapat mengeluarkan dirinya dari kurungan sel. Kasusnya terlalu berat untuk diselesaikan. Apalagi ketiadaan pihak keluarga dan pihak-pihak yang dapat membantu. Bahkan kemungkinan ia akan dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan yang lebih berat lagi. Habislah eiwayatnya! Itulah vonis orang atas dirinya.


Ternyata Allah berkehendak lain. Dia menghembuskan sifat Rahman dan RahimNya pada mereka yang berurusan dengan Luqman. Ada banyak keajaiban terjadi. Tanpa kekuatan uang, tanpa kekuatan diplomasi dan negosiasi, kasus Luqman tidak dilanjutkan. ” (hal 28-29)

Disinilah Luqman belajar untuk pasrah dan berbaik sangka pada Allah. Ia juga belajar untuk selalu melibatkan Allah dalam setiap kesulitannya. Saat sakit misalnya. Sebelum ke dokter, ia akan lapor dulu pada Allah—bahwa dirinya sakit dan butuh pertolonganNya. Baru kemudian, berikhtiar dalam upaya mencari kesembuhan. Dengan demikian, Allah pun akan senantiasa menemani perjalanan ikhtiar.

Upaya ikhtiar ini sendiri hendaknya dilakukan kala muhasabah di waktu malam dalam kondisi suci. Bila perlu, sujudlah. ”Luqman sendiri punya kebiasaan; ketika kegelisahan terasa, ketika kesusahan mendera, cepat ia mengambil wudlu dan menggelar sajadah, lalu shalat hajat dua rakaat. Kadang, ia lengkapi munajatnya dengan membaca surah Yasin,” (hal 31).
***
Selepas dari penjara, bermodalkan uang Rp 15 ribu, Yusuf berjualan es di terminal Kali Deres. Malang dikata, tak satupun jualannya laku. Agar esnya awet, ia terpaksa meminjam uang Rp 1500 untuk membeli es batu. Keesokan harinya, Yusuf memberikan lima bungkus es secara cuma-cuma pada pengemis. Subhanallah, setelah itu, semua esnya ludes.


Dari sanalah, suami dari Siti Maemunah ini belajar bahwa sedekah hendaknya dilakukan di awal. Seperti yang dituturkan tokoh Ustadz Basuni pada Luqman dalam buku ini. ”Di sinilah letak pengorbanan yang Allah tunggu. Memang saat mereka bilang nggak ada uang buat sedekah, memang benar demikian adanya. Tapi andai mereka sedikit mau berpikir, dan melihat ke diri mereka, pasti ada jalan untuk bersedekah. Misalkan, masih punya hp yang bagus dan bermerk. Bila ini yang terjadi, jual hpnya dan beli yang murahan. Selisih inilah yang kita keluarkan untuk sedekah. Intip-intip aset kita, ada gak yang bisa dikecilin untuk kemudian kita jadikan modal sedekah. Entah itu aset emas, TV, perabotan rumah tangga, alat elektronik. Cari sesuatu yang bisa membuat kita bersedekah di saat sulit,” (hal 224-225).

Adapun sedekah itu akan mengundang datangnya rezeki, menyembuhkan penyakit, menghilangkan kesulitan, menghalau musibah, dan memperpanjang umur (hal 226).   Berkat sedekah, bisnis Yusuf pun berkembang. Tak lagi berjualan dengan termos, tapi memakai gerobak, Ia juga mulai punya anak buah.
Subhanallah.
***
Hidup Yusuf berubah saat ia berkenalan dengan polisi yang memperkenalkannya dengan LSM. Selama kerja di LSM itulah, Ustadz Yusuf membuat buku ini. Tak dinyana, buku ini mendapat sambutan luar biasa. Yusuf sering diundang untuk bedah buku tersebut. Dari sini, undangan untuk berceramah mulai menghampirinya. Di banyak ceramahnya, ia selalu menekankan makna di balik sedekah dengan memberi contoh-contoh kisah dalam kehidupan nyata. ”Contohnya saja tentang seorang perempuan berusia 37 tahun yang tidak kunjung dapat jodoh. Setelah balik dari berkonsultasi dengan kami dia langsung mampir ke masjid terdekat dan menanyakan apa yang bisa disumbangkan. Kebetulan masjid tersebut perlu donatur untuk lantai yang sedang di lelang. Permeternya 150 ribu. Si perempuan yang sudah 37 tahun belum punya jodoh itu bersedekah 600 ribu atau empat meter lantai. Subhanallah, dalam seminggu setelah itu, ada empat orang yang melamar dia,” papar Yusuf.


Karier Yusuf makin mengkilap setelah bertemu dengan Yusuf Ibrahim, Produser dari label PT Virgo Ramayana Record dengan meluncurkan kaset Tausiah Kun Faya Kun, The Power of Giving dan Keluarga. Konsep sedekah juga membawanya masuk dunia seni peran. Melalui acara Maha Kasih yang digarap Wisata Hati bersama SinemArt. Tak hanya itu, Yusuf juga menggarap sebuah film berjudul KUN FA YAKUUN yang dibintanginya bersama Zaskia Adya Mecca, Agus Kuncoro, dan Desy Ratnasari.

Yusuf juga menggagas Program Pembibitan Penghafal Al Quran (PPPA), sebuah program unggulan dan menjadi laboratorium sedekah bagi seluruh keluarga besar Wisatahati. Donasi dari PPPA digunakan untuk mencetak penghafal Alquran melalui pendidikan gratis bagi dhuafa Pondok Pesantren Daarul Quran Wisatahati. Meski tak sempat menuntaskan kuliah, Ustadz Yusuf bersama dua temannya mendirikan perguruan tinggi Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Cipta Karya Informatika.

Sementara itu, sosok Luqman Hakim tengah tersenyum lepas di halaman 343. ”Lepas sudah beban yang terbebani di pundaknya. Sebab, ia pasrahkan segenap permasalahannya kepada Allah Azza wa Jalla… Ia menekankan, Allah menjamin semua urusan akan diselesaikanNya asal ia mau memelihara dirinya, pasrah dan beribadah kepadaNya dengan baik,” (hal 343).
(Kutipan dalam tulisan ini dikutip dari buku Mencari Tuhan yang Hilang, 35 Kisah Perjalanan Spiritual Menepis Azab dan Menuai Rahmat, seri Refleksi Wisatahati. Penulis Yusuf Mansyur, Penerbit Dzikrul Hakim, Cetakan Ke-6, 346 halaman).
 
terima kasih
semoga bisa jadi inspirasi..


sumber : on 2 Maret 2012 in KISAH INSPIRING

Kamis, 10 Mei 2012

KESAKSIAN ORANG MATI SURI



http://moviezcenter.files.wordpress.com/2009/05/mati_suri_screenshot-01.jpg


 
 
"Kesaksian Orang Mati Suri" Begitulah judul cerita kali ini dari teman kita yang di bagikan di inbok kami, dia adalah : Ella Az-Zahra

Aslina adalah warga pekan baru yang mati suri 24
Agustus 2006 lalu. Gadis berusia sekitar 25 tahun itu memberikan kesaksian saat nyawanya dicabut dan apa yang disaksikan ruhnya saat mati suri.

Sebelum Aslina memberi kesaksian, pamannya Rustam
Effendi memberikan penjelasan pembuka. Aslina berasal dari keluarga sederhana, ia telah yatim. Sejak kecil cobaan telah datang pada dirinya. Pada umur tujuh tahun tubuhnya terbakar api sehingga harus menjalani dua kali operasi. Menjelang usia SMA ia termakan racun. Tersebab itu ia menderita selama tiga tahun. Pada umur 20 tahun ia terkena gondok (hipertiroid) . Gondok tersebut menyebabkan beberapa kerusakan pada jantung dan matanya. Karena penyakit gondok itu maka Jumat, 24 Agustus 2006 Aslina menjalani check-up atas gondoknya di Rumah Sakit di jakarta. Setelah itu, Hasil pemeriksaan menyatakan penyakitnya di ambang batas sehingga belum bisa dioperasi..

”Kalau dioperasi maka akan terjadi pendarahan,
jelas Rustam. Oleh karena itu Aslina hanya diberi
obat. Namun kondisinya tetap lemah. Malamnya Aslina gelisah luar biasa, dan terpaksa pamannya membawa Aslina kembali ke jakarta sekitar pukul 12 malam itu. Ia dimasukkan ke unit gawat darurat (UGD), saat itu detak jantungnya dan napasnya sesak. Lalu ia dibawa ke luar
UGD masuk ke ruang perawatan. ”Aslina seperti orang ombak (menjelang sakratulmaut). Lalu saya ajarkan kalimat thoyyibah dan syahadat. Setelah itu dalam pandangan saya Aslina menghembuskan nafas terakhir, ” ungkapnya. Usai Rustam memberi pengantar, lalu Aslina
memberikan kesaksiaanya.

”Mati adalah pasti. Kita ini calon-calon mayat, calon
penghuni kubur,” begitu ia mengawali kesaksiaanya setelah meminta seluruh hadirin yang memenuhi Grand Ball Room Hotel Mutiara Merdeka Pekanbaru tersebut membacakan shalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Tak lupa
ia juga menasehati jamaah untuk memantapkan iman, amal dan ketakwaan sebelum mati datang. ”Saya telah merasakan mati,” ujar anak yatim itu..

Hadirin terpaku mendengar kesaksian itu. Sungguh, lanjutya, terlalu sakit mati itu.


Diceritakan, rasa sakit ketika nyawa dicabut itu
seperti sakitnya kulit hewan ditarik dari daging,
dikoyak. Bahkan lebih sakit lagi. ”Terasa malaikat mencabut (nyawa) dari kaki kanan saya,”
tambahnya. di saat itu ia sempat diajarkan oleh pamannya kalimat thoyibah. ”Saat di ujung napas, saya berzikir,” ujarnya. ”Sungguh sakitnya, Pak, Bu,” ulangnya di hadapan lebih dari 300 alumni ESQ Pekanbaru.

Diungkapkan, ketika ruhnya telah tercabut dari jasad,
ia menyaksikan di sekelilingnya ada dokter, pamannya dan ia juga melihat jasadnya yang terbujur. Setelah itu datang dua malaikat serba putih mengucapkan Assalammualaikum kepada ruh Aslina. ”Malaikat itu besar, kalau memanggil, jantung rasanya mau copot,
gemetar,” ujar Aslina mencerita pengalaman matinya. Lalu malaikat itu bertanya: ‘’siapa Tuhanmu, apa agamamu, dimana kiblatmu dan siapa nama orangtuamu..         “ Ruh Aslina menjawab semua pertanyaan itu dengan lancar. Lalu ia dibawa ke alam barzah. ”Tak ada teman kecuali amal,” tambah Aslina yang Ahad malam itu berpakaian serba hijau.

Seperti pengakuan pamannya, Aslina bukan seorang
pendakwah, tapi malam itu ia tampil memberikan kesaksian bagaikan seorang muballighah. di alam barzah ia melihat seseorang ditemani oleh sosok yang mukanya berkudis,badan berbulu dan mengeluarkan bau
busuk. Mungkin sosok itulah adalah amal buruk dari orang tersebut.

Kemudian Aslina melanjutkan. ”Bapak, Ibu, ingatlah mati,”
sekali lagi ia mengajak hadirin untuk bertaubat dan beramal sebelum ajal menjemput. di alam barzah, ia melanjutkan kesaksiannya, ruh Aslina dipimpin oleh dua orang malaikat. Saat itu ia ingin sekali berjumpa dengan ayahnya. Lalu ia memanggil malaikat itu dengan ”Ayah”. ”Wahai ayah bisakah saya bertemu dengan ayah saya,” tanyanya. Lalu muncullah satu sosok. Ruh Aslina tak mengenal sosok yang berusia antara
17-20 tahun itu. Sebab ayahnya meninggal saat berusia 65 tahun. Ternyata memang benar, sosok muda itu adalah ayahnya. Ruh Aslina mengucapkan salam ke ayahnya dan berkata: ”Wahai ayah, janji saya telah sampai.” Mendengar itu ayah saya saya menangis. Lalu ayahnya berkata kepada Aslina. ”Pulanglah ke rumah, kasihan adik-adikmu. ” ruh Aslina pun menjawab. ”Saya tak bisa pulang, karena janji telah sampai”.

Usai menceritakan dialog itu, Aslina mengingatkan
kembali kepada hadirin bahwa alam barzah dan akhirat itu benar-benar ada. ”Alam barzah, akhirat, surga dan neraka itu betul ada. Akhirat adalah kekal,” ujarnya bak seorang pendakwah.

Setelah dialog antara ruh Aslina dan ayahnya. Ayahnya
tersebut menunduk. Lalu dua malaikat memimpinnya kembali, ia bertemu dengan perempuan yang beramal shaleh yang mukanya bercahaya dan wangi. Lalu ruh Aslina dibawa kursi yang empuk dan didudukkan di kursi tersebut, disebelahnya terdapat seorang perempuan yang menutup aurat, wajahnya cantik. Ruh Aslina bertanya kepada perempuan itu. ”Siapa kamu?” lalu perempuan itu menjawab.”Akulah (amal) kamu.”

Selanjutnya ia dibawa bersama dua malaikat dan amalnya
berjalan menelurusi lorong waktu melihat penderitaan manusia yang disiksa. di sana ia melihat seorang laki-laki yang memikul besi seberat 500 ton, tangannya dirantai ke bahu, pakaiannya koyak-koyak dan
baunya menjijikkan. Ruh Aslina bertanya kepada amalnya. ”Siapa manusia ini?” Amal Aslina menjawab orang tersebut ketika hidupnya suka membunuh orang.

Lalu dilihatnya orang yang yang kulit dan dagingnya
lepas. Ruh Aslina bertanya lagi ke amalnya tentang orang tersebut. Amalnya mengatakan bahwa manusia tersebut tidak pernah shalat. Selanjutnya tampak pula oleh ruh Aslina manusia yang dihujamkan besi ke tubuhnya. Ternyata orang itu adalah manusia yang suka berzina. Tampak juga orang saling bunuh, manusia itu ketika hidup suka bertengkar dan mengancam orang lain.

Dilihatkan juga pada ruh Aslina, orang yang ditusuk
dengan 80 tusukan, setiap tusukan terdapat 80 mata pisau yang tembus ke dadanya, lalu berlumuran darah, orang tersebut menjerit dan tidak ada yang menolongnya. Ruh Aslina bertanya pada amalnya. Dan dijawab orang tersebut adalah orang juga suka membunuh. Ada pula orang yang dihempaskan ke tanah lalu dibunuh. Orang tersebut adalah anak yang durhaka dan tidak mau memelihara orang tuanya ketika di dunia.

Perjalanan menelusuri lorong waktu terus berlanjut.
Sampailah ruh Aslina di malam yang gelap, kelam dan sangat pekat sehingga dua malaikat dan amalnya yang ada disisinya tak tampak. Tiba-tiba muncul suara orang mengucap : Subhanallah, Alhamdulillah dan Allahu Akbar. Tiba-tiba ada yang mengalungkan sesuatu di lehernya. Kalungan itu ternyata tasbih yang memiliki biji 99 butir.

Perjalanan berlanjut. Ia nampak tepak tembaga yang
sisi-sisinya mengeluarkan cahaya, di belakang tepak itu terdapat gambar kakbah. di dalam tepak terdapat batangan emas. Ruh Aslina bertanya pada amalnyatentang tepak itu. Amalnya menjawab tepak tersebut adalah husnul khatimah. (Husnul khatimah secara literlek berarti akhir yang baik. Yakni keadaan dimana
manusia pada akhir hayatnya dalam keadaan (berbuat) baik,red).

Selanjutnya ruh Aslina mendengarkan adzan seperti adzan
di Mekkah. Ia pun mengatakan kepada amalnya. ”Saya mau shalat.” Lalu dua malaikat yang memimpinnya melepaskan tangan ruh Aslina. ”Saya pun bertayamum, saya shalat seperti orang-orang di dunia shalat,” ungkap Aslina. Selanjutnya ia kembali dipimpin untuk melihat Masjid Nabawi. Lalu diperlihatkan pula kepada
ruh Aslina, makam Nabi Muhammad SAW. dimakam tersebut batangan-batang
an emas di dalam tepak ”husnul khatimah” itu mengeluarkan cahaya terang. Berikutnya ia melihat cahaya seperti matahari tapi agak kecil. Cahaya itu pun bicara kepada ruh Aslina. ”Tolong kau sampaikan kepada umat, untuk bersujud di hadapan Allah.”

Selanjutnya ruh Aslina menyaksikan miliaran manusia
dari berbagai abad berkumpul di satu lapangan yang sangat luas. Ruh Aslina hanya berjarak sekitar lima meter dari kumpulan manusia itu. Kumpulan manusia itu berkata. ”Cepatlah kiamat, aku tak tahan lagi di sini Ya Allah.” Manusia-manusia itu juga memohon. ”Tolong kembalikan aku ke dunia, aku mau beramal.”

Begitulah di antara cerita Aslina terhadap apa yang
dilihat ruhnya saat ia mati suri. Dalam kesaksiaannya, ia senantiasa mengajak hadirin yang datang pada pertemuan alumni ESQ itu untuk bertaubat dan beramal shaleh serta tidak melanggar aturan Allah.

”Apa yang disampaikan Aslina, mungkin bukti yang
ditunjukkan Allah kepada kita semua, ”
 ujarnya.

Menanggapi kesaksian Aslina yang melihat orang-orang
berteriak ingin dikembalikan ke dunia dan ingin beramal serta penelitian Raymond yang menyebutkan ”aku ingin agar aku dapat kembali dan membatalkan semuanya,” Legisan mengutip ayat Al-Quran Surat Al-Mu’muninun (23) ayat 99-100:

Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari
mereka, dia berkata:”Ya, Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia).”(99) . Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan. (100).

Sebagai penguat dalil agar manusia bertaubat,
dikutipkan juga Quran Surat Az-Zumar ayat 39: ”Dan kembalilah kamu kepada Tuhan-Mu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).”

Setelah berpidato, aslina mendapatkan tepukan meriah dari penonton tapi bila di facebook, ia dapatkan jempol sekarang.


Semoga pembaca dapat mengambil pelajaran dari
kesaksiaan tersebut.

Nb : Bagikan cerita ini kepada semua orang, agar
mereka mendapat hikmahnya dari cerita ini. Dan Ternyata hidup ini hanya sementara, serta hanya amal juga hati yang bersihlah yang mampu menuntun kita menuju jalan kehadapan Illahi.




semoga bisa jadi inspirasi
terima kasih


Sumber:www.laksanaberita.info

Rabu, 09 Mei 2012

ETIKA MENCARI NAFKAH









ETIKA MENCARI NAFKAH

Oleh
Ustadz Abu Ihsan Al Atsari Al Maidani

“Cari yang haram saja susah apalagi cari yang halal!”
Ungkapan di atas seolah telah menjadi legalitas untuk mencari harta dengan cara-cara yang tak halal. Begitulah sebagian kenyataan yang terjadi di tengah masyarakat. Khususnya, dalam urusan mencari rezeki, hanya sedikit yang mau peduli dengan rambu-rambu syari’at.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan perilaku semacam ini sebagaimana tersebut dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram”. [HR Bukhari].


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menyampaikan ancaman terhadap orang-orang yang memakan harta yang haram. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya”. [HR Ahmad dan Ad Darimi].
Di dalam Al Qur’an, Allah marah terhadap orang-orang Yahudi, karena sifat mereka yang suka memakan harta haram. Allah berfirman:

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, (lagi) banyak memakan yang haram”. [Al Maidah:42].

Al Qurthubi, dalam tafsirnya menyebutkan, bahwa salah satu bentuk memakan yang haram adalah menerima suap.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menekankan agar umatnya mencari harta yang halal. Pasalnya, ada dua pertanyaan yang terarah berkaitan dengan harta itu, tentang asal harta dan bagaimana membelanjakannya. Dalam hadits Abu Barzah Al Aslami Radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda:

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا وَضَعَهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ

“Tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat, sampai ia ditanya tentang empat perkara. (Yaitu): tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang jasadnya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan kemanakah ia meletakkannya, dan tentang ilmunya, apakah yang telah ia amalkan”. [HR At Tirmidzi dan Ad Darimi].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada kita dalam banyak hadits, urgensi mencari rezeki yang halal ini. Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda (artinya): Tidak ada satu pun amalan yang mendekatkan kalian ke surga, melainkan telah aku perintahkan kalian kepadanya. Dan tidak ada satu pun amalan yang mendekatkan kalian ke neraka, melainkan aku telah melarang kalian darinya. Janganlah kalian menganggap rezeki kalian terhambat. Sesungguhnya, Malaikat Jibril telah mewahyukan ke dalam hati sanubariku, bahwa tidak ada seorang pun meninggalkan dunia ini, melainkan setelah sempurna rezekinya. Bertakwalah kamu kepada Allah, wahai sekalian manusia. Carilah rezeki dengan cara yang baik. Jika ada yang merasa rezekinya terhambat, maka janganlah ia mencari rezki dengan berbuat maksiat, karena karunia Allah tidaklah di dapat dengan perbuatan maksiat. [HR Al Hakim dan selainnya].

Demikian pula hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda:

لاَ تَسْتَبْطِئُوْاالرِّزْقَ, فَإِنَّهُ لَنْ يَمُوْتَ العَبْدُ حَتَّى يَبْلُغَ آخِرَ رِزْقٍ هُوَ لَهُ, فَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ, أَخْذِ الحَلاَلِ وَ تَرْكِ الحَرَامِ

“Janganlah menganggap rezki kalian lambat turun. Sesungguhnya, tidak ada seorang pun meninggalkan dunia ini, melainkan setelah sempurna rezkinya. Carilah rezki dengan cara yang baik (dengan) mengambil yang halal dan meninggalkan perkara yang haram”.[1]

Hadits-hadits di atas memerintahkan kita agar memeriksa setiap rezeki yang telah kita peroleh. Kita harus bersiap diri dengan dua pertanyaan, darimana harta itu diperoleh dan kemana dibelanjakan? Oleh karena itu, kita mesti mengambil yang halal dan menyingkirkan yang haram. Bahkan harta yang mengandung syubhat, hendaknya juga kita jauhi.

Dalam sebuah hadits dari An Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah menyatakan:

إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ 
وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ

“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas. Diantara keduanya ada perkara-perkara syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yang menjaga diri dari perkara syubhat, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia akan terjerumus kepada perkara haram”. [Muttafaqun 'alaihi].

Rasulullah Shalallalhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat telah mencontohkan prinsip penting tersebut secara langsung. Betapa ketatnya mereka dalam memperhatikan urusan rezeki ini. Mereka selalu memastikan dengan sungguh-sungguh, apakah rezeki yang mereka peroleh itu halal lagi baik, ataukah haram.

Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik Radhiayallahu ‘anhu diceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat kurma di jalan. Maka Beliau bersabda:

لَوْلَا أَنْ تَكُونَ مِنْ صَدَقَةٍ لَأَكَلْتُهَ
ا
“Andaikata saya tidak khawatir kurma itu dari harta sedekah, niscaya saya makan”. [Muttafaqun 'alaihi]

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah, bahwa Beliau Shallallahu ‘alaiohi wa sallam bersabda:

إِنِّي لَأَنْقَلِبُ إِلَى أَهْلِي فَأَجِدُ التَّمْرَةَ سَاقِطَةً عَلَى فِرَاشِي فَأَرْفَعُهَا لِآكُلَهَا ثُمَّ أَخْشَى أَنْ تَكُونَ صَدَقَةً فَأُلْقِيهَ
ا
“Saat aku pulang ke rumah, aku dapati sebutir kurma jatuh di atas tempat tidurku. Kemudian kurma itu kuambil untuk kumakan. Namun aku khawatir kurma itu adalah kurma sedekah (zakat), maka aku pun membuangnya.[2]

Masih dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: Al Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘anhum mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Cih, cih!” [3] yaitu mengeluarkan dan membuangnya. Kemudian Beliau berkata:

أَمَا شَعَرْتَ أَنَّا لَا نَأْكُلُ الصَّدَقَةَ

“Tidakkah engkau tahu bahwa kita tidak boleh memakan harta zakat?”. [4]

Diriwayatkan dari Abul Hauraa’, bahwa ia bertanya kepada Al Hasan Radhiyallahu ‘anhuma : “Adakah sesuatu yang engkau ingat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?” Al Hasan menjawab,”Aku masih ingat, (yaitu) ketika aku mengambil sebiji kurma dari harta zakat, lalu aku masukkan ke dalam mulutku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan kurma itu beserta saripatinya, lalu mengembalikannya ke tempat semula. Ada yang berkata: ‘Wahai, Rasulullah. Tidaklah mengapa kurma itu dimakan oleh bocah kecil ini?’ Rasulullah n berkata: ‘Sesungguhnya, keluarga Muhammad tidak halal memakan harta zakat’.”

Ini merupakan sikap wara’, menghindari sesuatu yang masih meragukan statusnya. Dan coba lihat, bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendidik cucu Beliau, Al Hasan agar tidak memakan dari harta yang haram. Begitu pula para sahabat.

‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bercerita, bahwa Abu Bakar memiliki budak yang ditugaskan harus membawa bekal untuknya setiap hari. Dan Abu Bakar selalu makan dari bekal itu. Pada suatu hari, budak itu datang membawa makanan. Maka Abu Bakar menyantapnya. Kemudian budak itu bertanya: “Tahukah tuan, darimana makanan itu?” Abu Bakar balik bertanya,”Mengapa?” Budak itu berkata,”Pada masa jahiliyah dahulu, aku pernah berlagak menjadi dukun untuk mengobati seseorang, padahal aku tidak mengerti perdukunan, hanya semata-mata untuk menipunya. Lalu ia bertemu lagi denganku dan memberiku makanan yang engkau makan itu,” Maka spontan Abu Bakar memasukkan jarinya ke dalam mulut dan mengorek-ngoreknya sehingga memuntahkan semua isi perutnya”. [HR Bukhari].

Syariat juga memperhatikan hal-hal semacam ini, yaitu anjuran meninggalkan sesuatu yang masih diragukan status kehalalannya demi menjaga diri dari perkara haram.

Diriwayatkan dari ‘Adi bin Hatim Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku:

إِذَا أَرْسَلْت كَلْبَكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللّهِ عَلَيْهِ، فإنْ أمْسَكَ عَلَيْكَ فأَدْرَكْتَهُ حَيّاً فاذْبحهُ، وَإِنْ أَدْرَكْتهُ قَدْ قَتَلَ وَلَمْ يَأْكُلْ مِنْهُ فَكُلْهُ، وَإنْ وَجَدْتَ مَعَ كَلْبِكَ كَلْباً غَيْرهُ وَقَد قَتَلَ فَلاَ تأكُلْ، فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي أَيُهُما قَتَلَهُ

“Apabila kamu lepaskan anjingmu, maka ucapkanlah bismillah. Jika ia menangkap seekor hewan buruan yang masih hidup untukmu, maka sembelihlah hewan tersebut. Apabila kamu dapati hewan itu sudah mati, sementara anjing itu tidak memakannya, maka silahkan makan. Tetapi apabila kamu dapati ada anjing lain yang ikut membunuh hewan buruan itu, maka jangan kamu makan, karena kamu tidak tahu anjing mana yang telah membunuh hewan tersebut”. [Muttafaqun 'alaihi].

Sebab, ada kemungkinan anjing lain yang ikut membunuh hewan tersebut tidak dilepas dengan mengucapkan bismillah sehingga tidak halal dimakan.

PRASYARAT MENCARI NAFKAH
Seseorang yang akan mencari nafkah, baik sebagai pedagang, pekerja upahan, pegawai atau profesi lainnya, hendaklah memperhatikan dua perkara penting berikut ini:

Pertama : Ilmu.
Berilmu sebelum berkata dan berbuat! Ini adalah prinsip yang sudah disepakati bersama. Namun dalam prakteknya, prinsip ini hanya tinggal prinsip. Berapa banyak orang-orang yang menganut prinsip ini, justru melanggarnya, apalagi orang-orang yang tidak mengetahuinya.

Demikian pula dalam masalah jual beli. Seseorang hendaklah memahami apa saja yang wajib dia ketahui berkaitan dengan amalan yang akan dia kerjakan.
Umar bin Al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu pernah melarang para pedagang (pelaku pasar) yang tidak mengetahui hukum-hukum jual beli untuk memasuki pasar. Minimal, ia harus mengerti hal-hal penting yang wajib diketahuinya. Sebagai contoh, sebagai pedagang, ia harus mengetahui waktu-waktu larangan untuk berjual beli. Misalnya, pada waktu akan ditunaikan shalat Jum’at. Dasarnya ialah firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. [Al Jumu’ah: 9].

Demikian pula, ia mesti tahu tempat-tempat larangan untuk berjual beli, masjid misalnya. Dasarnya ialah hadits riwayat ‘Abdullah bin ‘Amru Radhiyallahu ‘anhu , bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm melarang berjual beli di dalam masjid. [HR Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i dan Ibnu Majah].

Seorang pedagang juga harus tahu barang apa saja yang dilarang diperjual-belikan. Misalnya, minuman keras, bangkai, anjing, babi dan lainnya. Dasarnya ialah hadits Abu Hurairah z bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَ جَلَّ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْمَيْتَةَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْخِنْزِيرَ وَثَمَنَهُ

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr dan mengharamkan hasil jual beli khamr, mengharamkan bangkai dan hasil jual beli bangkai, dan mengharamkan babi serta mengharamkan hasil jual beli babi”. [5]

Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَمَنُ الخَمْرِ حَرَامٌ, وَمَهْرُ البَغْيِ حَرَامٌ, وَثَمَنُ الكَلْبِ حَرَامٌ, وَ الكُوْبَةُ حَرَامٌ, وَإِنْ أَتَاكَ صَاحِبُ الكَلْبِ يَلْتَمِسُ ثَمَنَهُ فَأَمْلَأ يَدَيْهِ تُرَابًا وَ الخَمْرُ وَ المَيْسِرُ وَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

“Hasil penjualan khamr haram, hasil melacur haram, hasil penjualan anjing haram, main dadu haram. Apabila pemilik anjing datang kepadamu meminta hasil penjualan anjingnya, maka sesungguhnya ia telah memenuhi kedua tangannya dengan tanah. Khamr, judi dan setiap minuman yang memabukkan adalah haram”.[6]

Seorang pedagang juga dilarang berlaku curang dalam timbangan dan takaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ {1} الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُواْ عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ {2} وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”. [Muthaffifiin:1-3].

Semua itu hanya dapat diketahui dengan ilmu. Dan masih banyak lagi perkara lain yang berkaitan dengan larangan-larangan dalam jual beli yang harus diketahui seorang pedagang, baik menyangkut waktu, tempat, barang, etika dan tata caranya.

Sebagai pegawai, seseorang juga harus mengetahui apa saja yang dilarang berkaitan dengan pekerjaannya. Misalnya, seorang pegawai dilarang mengambil hadiah saat tugas atau dinas, karena hal itu termasuk ghulul (komisi) yang diharamkan. Diriwayatkan dari Abu Humaid As Saa’idi Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah berkata:

هَدَايَا العُمَّال غُلُوْلٌ

“Hadiah bagi para amil (pegawai) termasuk ghulul! [7] [Hadits shahih. Telah dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albaani dalam Irwaaul Ghalil 2622].

Tentu saja, bila seseorang tidak mengetahui hal-hal tersebut ia bisa terjatuh ke dalam perkara haram.

Kedua : Takwa.
Takwa adalah sebaik-baik bekal. Pedagang, pegawai atau apapun profesinya harus memiliki bekal takwa. Secara umum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan dan mengancam para pedagang dengan sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

التُّجَّارُ هُمُ الفُجَّارُ

“Para pedagang itu kebanyakannya orang-orang fajir”. [8]

Pedagang yang fajir, yaitu pedagang yang tidak mengindahkan rambu-rambu syariat. Sehingga ia jatuh ke dalam larangan-larangan, seperti bersumpah palsu untuk melariskan dagangan, menipu, khianat, curang dan lain-lain.
Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm memuji pedagang yang jujur lagi bertakwa. Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ الأَمِيْنُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ

“Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama para nabi, kaum shiddiq dan para syuhada”. [HR At Tirmidzi, Al Hakim, dan Ad Darimi.

JADI, KEJUJURAN DAN AMANAH MERUPAKAN BUAH DARI TAKWA
Demikian pula pegawai, harus berbekal takwa. Maraknya kasus-kasus korupsi, suap-menyuap, kecurangan, merupakan akibat hilangnya ketakwaan. Sehingga membuat seseorang menjadi gelap mata saat melihat gemerlap dunia.

Sebagian orang ada yang berprinsip, carilah harta sebanyak-banyaknya meski dengan cara-cara yang haram, seperti korupsi, suap, penipuan, kecurangan dan lainnya. Nanti setelah terkumpul harta yang banyak, baru berbuat baik, bersedekah dan lain sebagainya. Prinsip dan anggapan seperti ini jelas salah. Sebab Allah Maha Baik dan tidak menerima, kecuali yang baik-baik.

Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ جَمَعَ مَالاً حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ وَ كَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ

"Barangsiapa mengumpulkan harta haram kemudian menyedekahkannya, maka ia tidak memperoleh pahala darinya dan dosanya terbebankan pada dirinya".[9]

Sedekah dan kebaikannya itu tidak bernilai sedikit pun di sisi Allah. Dia tetap terbebani dosa karena telah mengumpulkan harta melalui cara yang haram. Jadi, anggapan seperti di atas jelas keliru.

Demikianlah dua perkara penting yang harus dimiliki, yaitu ilmu dan ketakwaan. Jadilah pedagang atau pegawai yang berilmu dan bertakwa, sebab ilmu dan takwa itu merupakan kunci kesuksesan dalam mencari rezeki yang halal lagi baik.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (3239 dan 3241), Al Hakim (II/4), Al Baihaqi (V/264 dan 265), Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (III/156-157) dari jalur Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir.
[2]. Hadits riwayat Al Bukhaari (2431) dan Muslim (1070), ada penyerta lain dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu.
[3]. Kata-kata untuk menegur anak-anak dari kotoran. Maksudnya, buang dan keluarkanlah benda itu!
[4]. HR Bukhari (1491) dan Muslim (1069).
[5]. Hadits shahih, diriwayatkan Abu Dawud (3485) dan yang lainnya.
[6]. Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ath Thabraani dalam Al Kabir (12601) secara lengkap. Diriwayatkan juga oleh Abu Dawud (3482), Ahmad (I/274-278 dan 289-350) dan Ath Thayaalisi (2755) secara terpisah.
[7]. Ghulul, artinya mengambil harta yang bukan haknya secara khianat.
[8]. Dishahihkan oleh Al Albaani dalam Silsilah Ahaadiits Ash Shahihah, jilid pertama.
[9]. Hadits shahih lighairihi, diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (3367) dari jalur Darraj Abu Samah dari Ibnu Hujairah dari Abu Hurairah.


semoga bisa jadi inspirasi
terima kasih..




sumber artikel: almanhaj.or.id

sumber foto: maramissetiawan.wordpress.com