Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wbarakatuh..
Sudah
setahun lebih, setiap hari saya kedatangan seorang “tamu” penjual telur
ayam kampung. Kadang-kadang ia datang bersama dengan anak
bungsunya,kadang-kadang dengan cucunya. Namun lebih sering ia datang
sendiri.
Begitupun,kadang-kadang ia datang pagi hari, namun
tak jarang ia datang di sore hari setelah telur dagangannya habis
terjual. Jangan bayangankan ia membawa puluhan lusin telur. Karena
tubuhnya cukup renta dimakan oleh kemiskinan dan usia yang hampir 60
tahun,ia hanya mampu membawa 2-3 lusin telur. Ia menjual 2 ribu rupiah
pertelur. Bisa dihitung pendapatannya jika seluruh telur yang dibawanya
habis terjual. Oya, jangan lupa kurangi modal belinya yah.
Kedatangannya setiap hari ke rumah bukan karena ia ingin menawarankan
dagangannya. Namun, karena “status” saya sebagai bendahara pembangunan
mesjid di komplek kami.
Setiap hari Ibu Penjual Telur menitipkan
uang untuk sumbangan pembangunan mesjid. Ketika disarankan untuk
memasukkan ke kotak amal di mesjid saja,
“Malu Bu, kalau
keliatan orang. Saya cuma mampu nyumbang 5000. Saya titip ke Ibu saja
ya” Jawabnya. Memang kotak sumbangan mesjid tersebut terbuat dari kaca,
sehingga siapapun bisa melihat jumlah uang yang “dicemplung”kan ke dalam
kotak tersebut.
Maka tiap hari Ibu tersebut bertamu ke
rumah. Beberapa kali datang hingga 2-3 kali , namun tidak juga ketemu
saya. Menitip ke “orang rumah”pun ia tidak mau. Lagi-lagi alasannya malu
jika ketahuan orang lain. Sehingga kami sepakati jika ia datang dan
tidak bertemu dengan saya dirumah, maka uang sumbangan ia simpan didalam
keranjang sepeda anak saya (yang diparkir di carport) lalu ditutupi
kertas koran.
Ritual sayapun jika bepergian dan sampai dirumah
sudah malam, maka saya selalu menyempatkan mengecek “isi” keranjang
sepeda tersebut. Dan selalu saya menemukan uang 5000 rupiah.
Setahun lebih pembangun mesjid berjalan, sekarang mesjid yang megah
telah berdiri dengan sempurna. Lantai dan dindingnya mengkilat oleh
marmer. Dilengkapi beberapa kipas angin besar sebangai pendingin udara.
Ba'da Subuh sebelum syukuran selesainya pembangunan mesjid, saya
melihat Ibu Penjual Telur menangis tersedu-sedu dipelataran masjid.
“Bu, senang ya. Alhamdulillah, akhirnya selesai juga pembangunan
mesjid ini. Insyaa Allah pahala Ibu mengalir selama mesjid ini berdiri”
“Aamiiinnn...” jawabnya. Namun sedu sedannya tidak juga berhenti.
“Jangan nangis dong Bu, Ibu ngga sakit’kan?” Tanya saya, risih juga menemani orang yang terus menangis.
“Saya seneng mesjid ini udah jadi Bu. Tapi saya sedih, saya tidak bisa lagi membersihkan uang yang saya dapet tiap hari.”
“Tetangga –tetangga saya hidupnya pada enak. Kerja kantoran atau
kerja di pabrik. Jadi saya sedekah ke mana kalau ngga ke mesjid “
lanjutnya.
Subhanallah, penghasilannya tidak seberapa.
Namun, ia sadaqahkan sebagian keuntungannya berjualan telur karena ia
menyadari pentingnya membersihkan hartanya.
Wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Semoga bisa jadi inspirasi
Terima kasih
Sumber dari: Ibu Rinny Ermiyanti (Anggota KPMI)