Sabtu, 31 Oktober 2015

GENERASI YANG DIRINDUKAN

GENERASI BAHAGIA Itu, generasi kelahiran 1970-1990an...

Dan itu adalah kami.

Kami adalah generasi terakhir yang masih bermain di halaman rumah yg luas. Kami berlari dan bersembunyi penuh canda-tawa dan persahabatan. Main Petak Umpet, Boy-boynan, gobag sodor, Lompat tali, Masak-masakan, sobyong, jamuran, putri putri Melati tanpa peringatan dari Bpk Ibu. Kami bisa memanfaatkan gelang karet, isi sawo, kulit jeruk, batre bekas, sogok telik mjd permainan yg mengasyikkan.Kami yg tiap melihat pesawat terbang langsung teriak minta uang.

Kami generasi yang ngantri di wartel dari jam 5 pagi, berkirim surat dan menanti surat balasan dg penuh rasa rindu. Tiap sore kami menunggu cerita radio Brama Kumbara, berkirim salam lewat penyiar radio. Kamilah generasi yang SD nya merasakan papan tulis berwarna hitam, masih pakai pensil dan rautan yang ada kaca di salah satunya. Kamilah generasi yg SMP dan SMA nya masih pakai papan tulis hitam dan kapur putih. Generasi yang meja sekolahnya penuh dengan coretan kejujuran kami melalui tulisan Tipe-X putih, generasi yang sering mencuri pandang teman sekolah yang kita naksir, kirim salam buat dia lewat temannya dan menyelipkan surat cinta di laci mejanya.

Kami adalah generasi yang merasakan awal mula teknologi gadget komunikasi seperti pager, Komputer Pentium jangkrik 486 dan betapa canggihnya Pentium 1 66Mhz. Kami generasi yang sangat bangga kalau memegang Disket kapasitas 1.44Mb dan paham sedikit perintah Dos dengan mengetik copy, del, md, dir/w/p. Kami adalah generasi yang memakai MIRC untuk chatting dan Searching memakai Yahoo. Generasi bahagia yang pertama mengenal Nintendo, Game wot yg blm berwarna.

Generasi kamilah yang merekam lagu dari siaran radio ke pita kaset tape, yang menulis lirik dengan cara play-pause-rewind, dan memanfaatkan pensil utk menggulung pita kaset ya macet, kirim kirim salam ama temen2 lewat siaran radio saling sindir dan bla bla bla, generasi penikmat awal Walkman dan mengenal apa itu Laserdisc, VHS. Kamilah generasi layar tancap Misbar yang merupakan cikal bakal bioskop Twenty One.

Kami tumbuh diantara para legenda cinta spt kla Project, dewa 19, padi, masih tak malu menyanyikan lagu Sheila on7, dan selalu tanpa sadar ikut bersenandung ketika mendengar lagu: mungkin aku bukan pujangga, yg pandai merangkai kata.

Kami generasi bersepatu Warior dan rela nyeker berangkat sekolah tanpa sepatu kalau sedang hujan. Cupu tapi bukan Madesu.

Kami adalah generasi yang bebas, bebas bermotor tanpa helm, yang punya sepeda, sepedanya disewain 200 rupiah /jam,bebas dari sakit leher krn kebanyakan melihat ponsel, bebas manjat tembok stadion, bebas mandi dikali disungai dll, bebas manggil teman sekolah dengan nama bapaknya. Bebas bertanggung jawab.

Sebagai anak bangsa Indonesia, Kami hafal Pancasila, Nyanyian Indonesia Raya, maju tak gentar, Teks proklamasi, Sumpah Pemuda, Nama nama para Menteri kabinet pembangunan IV dan Dasadharma Pramuka dan Nama nama seluruh provinsi di Indonesia.

Kini disaat kalian sedang sibuk2nya belajar dengan kurikulum mu yg njelimet, kami asik2an mengatur waktu untuk selalu bisa ngumpul reunian dg generasi kami.

Betapa bahagianya generasi kami

maaf adik2... kalian belajar yg keras ya untuk mendapatkan kebahagian cara kalian sendiri...

Salam sayang dari kami.

Presented by : Gabriel Photograph Lombok

#Jivan


Terima kasih..

Smoga bermanfaat

Rabu, 17 Juni 2015

ANGELINE

 


ANGELINE...

Berita ditemukannya mayat Angeline, bocah berusia 8 tahun, di pekarangan rumah ibu angkatnya sendiri di Sanur, Bali, begitu menyentakkan. Sebelumnya, gadis mungil ini diberitakan menghilang dari rumah sejak bulan Mei lalu. Kakak angkatnya, Yvone, bahkan membuat sebuah halaman Facebook yang didedikasikan untuk menemukan Angeline yang hilang. Simpati masyarakat mengalir deras, Bali seolah bergerak mencari informasi apapun agar bocah malang ini ditemukan. Tak kurang pihak kepolisian, Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahkan dua menteri pun terlibat untuk turut menemukan Angeline.

Tak dinyana, Angeline ternyata tak pernah pergi ke mana-mana. Setelah tiga minggu pencarian, polisi justru menemukan mayat bocah itu terkubur di bawah kandang ayam di rumahnya sendiri! Polisi yang menggali ‘kuburan’ bocah malang itu menahan isak ketika melihat mayat Angeline sudah mulai membusuk dibungkus sehelai bed cover… Ketika disingkap kain yang menutupinya, mayat kecil itu meringkuk sambil memeluk sebuah boneka Korea di dekapannya.

Hati kita hancur mendengar berita ini, menjadi keping-keping yang rapuh. Siapa yang tega menghabisi nyawa Angeline? Berbagai spekulasi bagai bola liar yang terus menggelinding. Polisi menciduk semua orang yang tinggal di rumah itu termasuk ibu dan kakak angkat Angeline, dua orang yang kos di rumah itu, serta seorang mantan penjaga rumah bernama Agus untuk dimintai keterangan. Sementara kita bertanya-tanya: Bagaimana mungkin mereka tidak tahu apa yang telah menimpa Angeline? Ada yang janggal dengan kakak angkatnya yang justru secara gencar memberitakan hilangnya gadis mungil itu bahkan menggerakkan relawan untuk pencariannya, hingga menjadi berita nasional? Ada yang aneh ketika ibu angkatnya diceritakan terpukul dengan kehilangan Angeline selama ini!

Belum usai keheranan kita, hasil visum dan pemeriksaan polisi semakin menyayat dada: Bocah delapan tahun itu diperkosa sebelum tewas terbunuh dipukul benda tumpul! Pelakunya adalah orang yang pernah ‘menjaga’ rumahnya. Bahkan sebelum mayat Angeline dikuburkan, si penjaga rumah itu masih sempat memperkosanya sekali lagi. Iblis macam apa yang tega melakukan semua ini? Mengapa tragedi ini harus menimpa bocah kecil yang tak berdosa? 

Polisi masih terus mengembangkan kasus ini dengan intensif memeriksa ibu angkat, kakak angkat, dan dua orang lain yang tinggal di rumah itu. Hasil visum menyebutkan bahwa luka-luka dan memar di tubuh Angeline bisa jadi bukan kekerasan yang dilakukan oleh satu orang saja. Ada dugaan keluarga angkatnya merekayasa alibi untuk menghilangkan jejak pembunuhan gadis mungil ini. Apa motifnya? Belum jelas. Konon, Angeline adalah anak kesayangan ayah angkatnya, warga Jerman yang meninggal tiga tahun lalu. Mungkinkah semua ini dilatarbelakangi perkara harta? 

Entahlah. Yang jelas, kematian Angeline yang tragis menyiskan sejumlah pertanyaan penting tentang rasa kemanusiaan. Mengapa manusia yang konon mulia derajatnya bisa bertindak begitu bejat bahkan melampaui binatang? Iblis macam apa yang hidup di pikiran dan jiwa Agus sehingga tega melakukan semua itu pada Angeline? Mengapa para tetangga, guru sekolah, juga orang-orang yang selama ini mengetahui bahwa ada yang tidak beres dengan Angeline justru diam saja seolah membiarkan kekerasan yang dialami anak ini terus berlangsung—berulang hingga mengakibatkan kematiannya yang tragis? 

Dengan segala kemalangan dan tragedi yang menimpa Angeline, semoga kita semakin tersadar bahwa Angeline bukanlah satu-satunya bocah malang yang mengalami kekerasan dari orang-orang terdekatnya. Di luar sana, masih banyak Angeline-Angeline lainnya yang terancam dan bisa kapan saja mengalami nasib yang sama seperti bocah malang asal Bali itu atau bahkan lebih tragis lagi. Pertanyaannya, jika kita yang tega melakukan kekerasan kepada anak-anak, apakah benar-benar telah hilang rasa kemanusiaan kita? Atau, jika kita mengetahui kekerasan semacam itu terjadi pada seseorang, anak-anak yang mungkin tinggal di sekeliling kita, apakah kemanusiaan kita juga tak berdaya dengan hanya membiarkan semuanya tanpa melakukan apa-apa? 

Angeline telah pergi untuk selama-lamanya. Sempatkanlah melihat matanya yang lugu di foto-foto yang tersebar di berbagai media. Sorot mata itu sebenarnya sering kita temukan pada mata anak-anak lainnya di sekeliling kita; Anak-anak tak berdosa yang harus memikul derita karena kebiadaban atau ketakpedulian orang-orang dewasa di sekitarnya. Anak-anak yang menjadi korban. Barangkali kita tidak bisa menyelamatkan Angeline. Tetapi kita bisa menyelamatkan anak-anak itu, jika kita tidak diam saja. 

Sekarang, mari kita membuat semacam janji: Mari kita hentikan kekerasan pada anak-anak. Mari kita lawan pelaku kekerasan pada anak-anak! Mereka yang sewenang-wenang terhadap anak-anak yang tak berdaya, selalu layak untuk mendapatkan hukuman yang menyakitkan!


Melbourne, 11 Juni 2015
FAHD PAHDEPIE

Senin, 19 Januari 2015

11 Kata Mutiara 'Goblok' Bob Sadino yang Mendunia

Apa saja 11 kata mutiara Bob Sadino itu?


Oleh : Rimba Laut
 
11 Kata Mutiara 'Goblok' Bob Sadino yang Mendunia

Gayanya yang nyentrik dengan pola pikir unik dan cenderung keluar dari pakem teori maupun buku teks ekonomi menjadikan Bob Sadino sebagai entreprenuer sejati.
Pengusaha kawakan dengan ciri khasnya, celana pendek dan kemeja itu akan sangat dirindukan oleh banyak orang setelah menutup usia pada hari Senin, 19 Januari 2015.

Pebisnis dengan nama lengkap Bambang Mustari Sadino tersebut telah memberikan inspirasi hebat bagi para generasi penerus bangsa yang ingin menjadi pengusaha sukses. Bahkan, uniknya, saat memasuki tahun 2012, Bob sempat meluncurkan berbagai buah pemikirannya yang dikenal dengan nama 'Go Blog Management' ala dirinya.

Berdasarkan kumpulan VIVA.co.id, berikut adalah 11 kata mutiara Bob Sadino yang terkenal:

"Saya sudah menggoblokkan diri sendiri terlebih dahulu sebelum menggoblokkan orang lain"

"Banyak orang bilang saya gila, hingga akhirnya mereka dapat melihat kesuksesan saya karena hasil kegilaan saya"

"Orang pintar kebanyakan ide dan akhirnnya tidak ada satu pun yang jadi kenyataan. Orang goblok 

cuma punya satu ide dan itu jadi kenyataan"

"Saya bisnis cari rugi, sehingga jika rugi saya tetap semangat dan jika untung maka bertambahlah syukur saya"

"Sekolah terbaik adalah sekolah jalanan, yaitu sekolah yang memberikan kebebasan kepada muridnya supaya kreatif"

"Orang goblok sulit dapat kerja akhirnya buka usaha sendiri. Saat bisnisnya berkembang, orang goblok mempekerjakan orang pintar"

"Setiap bertemu dengan orang baru, saya selalu mengosongkan gelas saya terlebih dahulu"

"Orang pintar mikir ribuan mil, jadi terasa berat. Saya nggak pernah mikir karena cuma melangkah saja. Ngapain mikir, kan cuma selangkah"

"Orang goblok itu nggak banyak mikir, yang penting terus melangkah. Orang pintar kebanyakan mikir, akibatnya tidak pernah melangkah"

"Orang pintar maunya cepat berhasil, padahal semua orang tahu itu impossible! Orang goblok cuma punya satu harapan, yaitu hari ini bisa makan"

"Orang pintar belajar keras untuk melamar pekerjaan. Orang goblok itu berjuang keras untuk sukses bisa bisa bayar pelamar kerja". 


Semoga bermanfaat
Terima kasih ..

Selasa, 06 Januari 2015

Ingatkan Saya

Baru kali ini saya post tulisan sendiri..hehe
Gini saya mau cerita sedikit pengalaman pribadi ane, waktu lembur di kantor sampai tengah malam gituu. Kebetulan ane berdua sama teman.
Mungkin ini cuma sentilan sih jadi waktu mau pulang saya ajakin teman ane, yang kebetulan kerjaannya juga sudah selesai 

saya : yuukk...kita pulang
teman : yuk??
saya : monggoo buruan..
teman : eh..sudah shalat isya belum?
saya : belum..ntarr deh.
teman : shalat isya dululah
saya :  ntar aja kan bisa nanti sampe di rumah
teman : "SIAPA YANG BISA JAMIN KALO KITA SAMPAI DI RUMAH" 
saya : diam dah..nggak bisa ngomong apa-apa saat itu.

Nah!! itu sentilannya..
Mungkin buat kita itu biasa, tapi buat saya itu pesan sekaligus pelajaran dimana..kita kadang sering menunda-nunda shalat, padahal belum tentu kita masih bisa melaksanakan nanti karena tidak ada yang bisa menjamin apakah kita masih hidup. kita kadang terlalu cinta dunia sehingga lupa akhirat padahal shalat merupakan kewajiban dan lumbung pahala sebagai modal buat di akhirat kelak.
 
Pesan yang bisa di petik dari percakapan sederhana itu, pertama itulah sahabat selalu mengingatkan kita pada kebaikan.
kedua jangan pernah menunda kebaikan..karena tidak ada yang bisa menjamin umur kita.

terima kasih :)



Rabu, 02 Oktober 2013

Subhanallah, Walau Buta Anak Ini Hafal Al-Qur'an!

penghafal-quran-tuna-netra-dari-mesirMampu menghafal Al-Qur’an adalah karunia Allah yang tak ternilai harganya, karena tidak semua orang yang diberi karunia ini. Menghafal Al-Qur’an itu mudah, ia bisa dilakukan siapa saja, berapapun usia dan apapun profesinya. Balita, anak-anak, tua, dewasa, semuanya bisa menghafal Al-Qur’an. Sampai-sampai seorang yang buta sekalipun bisa menghafalnya. Inilah yang terjadi pada seorang anak tunanetra asal Mesir ini.


Mu’adz namanya, ia adalah seorang anak yang sejak kecilnya ditaqdirkan kurang beruntung, ia tidak dapat melihat layaknya manusia normal (buta). Sampai disini tidak ada yang unik pada diri Mu’adz, karena bukan hanya ia yang ditaqdirkan buta di dunia ini. Namun yang membuat unik adalah walau buta ia mampu menghafal Al-Qur’an lengkap 30 juz. Sejak awal ia mulai menghafal dengan penuh kesabaran, dan tentunya dengan motivasi yang tinggi, hingga pada usianya yang ke 11 tahun ia berhasil menghatamkan Al-Qur’an.
Pembaca sekalian, mungkin bagi kita yang memiliki penglihatan normal, kita menganggap mata adalah jendela dunia. Tanpanya, hidup ini terasa tak lengkap dan sempurna. Bayangkan saja jika sejak lahir kita tidak memiliki mata normal, atau sebelumnya memiliki penglihatan normal namun pada akhirnya ditakdirkan buta (Nau’udzubillah), apa yang terjadi? Kita tidak bisa melihat dan tentunya sangat sedih. Namun tidak demikian bagi anak ini, ia sama sekali tidak pernah mengeluh atas derita yang ia alami, bahkan ia bersyukur atas kondisinya ini. Keterbatasan fisik tidak membuatnya terhalang untuk menghafal Al-Qur’an. Ia menganggap takdirnya ini (buta) menjadi jalan baginya untuk bisa hafal Al-Qur’an.

“Dalam shalatku, aku tidak meminta kepada Allah agar Allah mengembalikan penglihatanku…”

Dalam sebuah video rekaman acara tv seorang imam masjid, yaitu Syaikh Fahd Al-Kandari, mewawancarai Mu’adz yang juga merupakan pembawa acara pada acara tersebut. Beliau menanyakan perihal bagaimana ia belajar dan menghafal Al-Qur’an padahal ia memiliki keterbatasan fisik. Semangatnya untuk menghafal ayat-ayat Allah yang mulia membuat langkah kakinya ringan untuk pergi ke tempat gurunya. Dan terjadilah dialog antara syaikh Al-Kandari dan Mu’adz.
“Saya yang datang ke tempat syaikh,” kata Mu’adz.
“Berapa kali dalam sepekan?” Tanya syaikh.
“Tiga hari dalam sepekan,” jawabnya.
“Pada awalnya hanya satu hari dalam sepekan. Lalu saya mendesak beliau (syaikhnya) dengan sangat agar menambah harinya, sehingga menjadi dua hari dalam sepekan. Syaikh saya sangat ketat dalam mengajar. Beliau hanya mengajarkan satu ayat saja setiap hari,” sambungya.
“Satu ayat saja?” ujar beliau terkejut, takjub dengan semangat baja anak ini.
Dalam tiga hari itu ia khususkan untuk belajar ayat-ayat suci Al-Qur’an, hingga ia tidak bermain dengan kawan-kawan sebayanya. Sang penyiar tersenyum dan menepuk paha anak itu tanda kagum, yang disambut senyum ceria oleh anak ini.
Yang lebih mengagumkan dalam dialog itu adalah pernyataannya tentang kebutaannya. Ia tidak berdoa kepada Allah agar Allah mengembalikan penglihatannya, namun rahmat Allah-lah yang ia harapkan.
“Dalam shalatku, aku tidak meminta kepada Allah agar Allah mengembalikan penglihatanku,” kata anak ini.
Jawaban anak ini membuat sang syaikh makin terkejut.
“Engkau tidak ingin Allah mengembalikan penglihatanmu? Kenapa?” tanyanya heran, seolah tak yakin.
Dengan wajah meyakinkan, anak itu memaparkan alasannya. Bukannya ia tak yakin pada Allah, bukan. Namun ia menginginkan yang lebih indah dari sekedar penglihatan.
“Semoga menjadi keselamatan bagiku pada hari pembalasan (kiamat), sehingga Allah meringankan perhitungan (hisab) pada hari tersebut. Allah akan menanyakan nikmat penglihatan, apa yang telah engkau lakukan dengan penglihatanmu? Saya tidak malu dengan cacat yang saya alami. Saya hanya berdoa semoga Allah meringankan perhitungan-Nya untuk saya pada hari kiamat kelak,” paparnya dengan tegas.
Tentu saja, setelah mendengar kalimat mulia anak ini, semua yang ada di studio saat itu diam. Penyiar TV nampak berkaca-kaca dan air matanya menetes. Para pemirsa di stasiun TV serta kru TV tersebut juga tak tahan menitikkan air mata.
“Pada saat ini, saya teringat banyak kaum muslimin yang mampu melihat namun bermalas-malasan dalam menghafal kitab Allah, Al-Quran. Ya Allah, bagaimana alasan mereka besok (di hadapan-Mu)?” kata Syaikh Fahd Al-Kanderi.
“Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan,” kata penghafal Al-Quran muda ini. Subhanallah, ia tak pernah lupa dengan rabb-nya.
Anak ini juga mengatakan bahwa ia terinspirasi dari kaidah Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah. “Kaidah imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah yang mengatakan “Allah tidak menutup atas hamba-Nya satu pintu dengan hikmah, kecuali Allah akan membukakan baginya dua pintu dengan rahmat-Nya,’” katanya.
Kehilangan penglihatan sejak kecil, tidak membuat ia mengeluh kepada Sang Pencipta. Ia tak iri pada orang lain apalagi kufur nikmat. Ikhlash menerima takdirNya.
“Alhamdulillah, saya tidak iri kepada kawan-kawan meski sejak kecil saya sudah tidak bisa melihat. Ini semua adalah qadha’ dan qadar Allah,” katanya.
“Kita berdoa kepada Allah semoga menjadikan kita sebagai penghuni surga Al-Firdaus yang tertinggi,” kata anak yang hafal Al-Quran itu.
Matanya yang buta, tak membuat hatinya buta dalam mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan. Subhanallah…

Dalam sebuah hadits Qudsi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ قَالَ: إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِي بِحَبِيبَتَيْهِ فَصَبَرَ، عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الجَنَّة

Allah berfirman, “Jika Aku menguji hamba-Ku dengan menghilangkan penglihatan kedua matanya lalu ia bersabar, niscaya Aku akan menggantikan penglihatan kedua matanya dengan surga.” (HR. Bukhari no. 5653, Tirmidzi no. 2932, Ahmad no. 7597, Ad-Darimi no. 2795 dan Ibnu Hibban no. 2932).




Begitulah kisah dan perjalanan Mu’adz dalam menghafal Al-Qur’an, kemauannya yang kuat untuk menghafal Al-Quran seolah membuat dirinya lupa bahwa ia buta. Ia menganggap fisiknya yang terbatas bukan menjadi penghalang baginya untuk meraih cita-citanya, menjadi penghafal Al-Quran. Ia sepenuhnya menyadari bahwa segala apa-apa yang diberikan oleh Allah di dunia ini kelak akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat. Maka ia tak pernah menyia-nyiakan waktunya, ia menikmati hari-harinya dengan Al-Quran hingga ia behasil menghafalnya.
Itulah yang terjadi pada Mu’adz. Bagaimana dengan kita, yang memiliki fisik normal? Mengapa Mu’adz bisa hafal Al-Quran sedang kita tidak? Apa bedanya kita dengan Mu’adz, apalagi ia seorang buta?
Kisah Mu’adz diatas merupakan bukti bahwa Al-Quran itu mudah, mudah untuk dihafal, mudah bagi siapa saja, tak terkecuali kita. Artinya, siapapun kita pada dasarnya bisa menghafal Al-Quran. Jadi, tidak benar bila ada yang beranggapan bahwa Al-Quran itu susah untuk dihafal. Bukankah Allah telah berfirman:
“Wahai Muhammad, Al-Quran ini Kami turunkan kepadamu bukanlah untuk menjadikan kamu sengsara karena tidak sanggup melaksanakannya.” (QS. Thaahaa: 2)

“Kami telah memudahkan Al-Quran untuk dihafal  dan dijadikan nasehat. Karena itu, adakah orang yang peduli dengan nasehat Al-Quran.” (QS. Al-Qamar: 17)


Namun perkara itu menjadi tidak mudah bila kita sendiri yang mempersulitnya. Mengatakan bahwa Al-Quran susah untuk dihafal sesungguhnya mempersulit diri kita, karena kita belum percaya (membuktikan) bahwa Al-Quran itu mudah dan tidak susah untuk dihafal. Jadi, yakin dan percayalah bahwa kita bisa menghafal Al-Quran. Kapan mulai menghafal? Wallahua’lam…
Sumber : http://zakylife.wordpress.com/2013/02/22/subhanallah-walau-buta-anak-ini-hafal-al-quran/

Rabu, 25 September 2013

Idealis, Tubagus Ismail Lepas Gaji Besar Pilih Jual Es Tebu

http://statis.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2009/11/tubagus-ismail-tebu.jpg
Warga Menjuluki Tukang Tebu Terganteng

dakwatuna.com – Tak banyak orang seperti Tubagus Muhammad Ismail. Ketika yang lain sulit mencari kerja, dia malah meninggalkan pekerjaan dengan gaji Rp 10 juta per bulan. Ismail lebih memilih berjualan es tebu keliling dan sales parfum murah.

ROMBONG es tebu itu dikerumuni ibu-ibu muda ketika melintas di kawasan Wage, Sidoarjo. Tawa riang dan canda mereka berbaur dengan suara anak-anak yang berebut membeli. Susana itu hampir terjadi tiap hari pukul 15.00-17.00.

Itulah rutinitas Tubagus Muhammad Ismail menjajakan es tebunya di kawasan tersebut. Pria 39 tahun itu berbeda dari penjual es tebu lain. Penampilannya rapi, bersih, pakaian necis, dan wangi. Dengan tinggi badan sekitar 170 cm, kulit putih, paras tampan, pria berdarah Banten-Sunda-Padang itu jauh dari mainstream penjual es tebu keliling.

Karena itu, tak heran Ismail merupakan tukang tebu favorit -setidaknya- di kawasan Wage. Seorang warga perumahan bahkan menjuluki Ismail sebagai tukang tebu terganteng se-Asia Tenggara.

Ada cerita, pernah seorang ibu yang naik sepeda terjebur got gara-gara meleng melihat Ismail nggenjot rombong tebunya. ”Tapi, saya tak tahu cerita persisnya seperti apa. Saya hanya diberi tahu tetangga saya,” kata Ismail lalu tersenyum.

Pria ramah itu tak hanya punya nilai lebih dari segi fisik, tapi juga idealisme. Karena idealisme itulah dia memilih mundur dari pekerjaannya sebagai legal staff di sebuah perusahaan rokok besar di Surabaya. Padahal, di tempat tersebut, dia punya gaji cukup besar, Rp 10 juta per bulan.

Sementara hasil jualan es tebu keliling itu, paling banter dia dapat Rp 1,5 juta per bulan. ”Ini pendapat saya pribadi, bukan bermaksud memojokkan siapa-siapa,” katanya. ”Saya merasa bahwa rokok adalah sesuatu yang mudharat-nya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Itulah yang membuat saya bimbang, saya bekerja di industri yang seperti itu,” lanjut bapak satu anak tersebut. ”Makanya, saya lebih bahagia sekarang, meski pendapatan pas-pasan. Kedamaian hati, itu yang paling penting,” sambungnya.

Ismail kemudian menuturkan kisahnya. ”Ketika kuliah, saya sudah bekerja di perusahaan advertising, anak perusahaan rokok itu,” katanya. Itu terjadi pada 1991 saat kuliahnya di Fakultas Hukum Untag memasuki tahap akhir. Setahun kemudian, dia dipindahkan ke induknya, bagian legal department. ”Waktu pindah, saya belum lulus,” paparnya.
Ismail baru lulus setahun kemudian. Kelulusan itu mendongkrak eselon dan gajinya di perusahaan tersebut. Konditenya selalu baik. Pelan-pelan gajinya naik. Karena tempatnya bekerja merupakan salah satu perusahaan dengan rate gaji tertinggi di Surabaya, Ismail hidup berkecukupan.

Hidupnya mapan, tinggal di rumah tipe 45 di Griyo Wage Asri. ”Hingga saya resign pada 2007, gaji saya Rp 10 juta. Itu belum termasuk bonus dan tunjangan lain,” kenangnya.

Meski gajinya besar, dia selalu gelisah. Puncaknya terjadi pada 2005. ”Saya merasa industri tempat saya bekerja tidak cocok dengan hati nurani saya,” tuturnya. Rokok, bagi Ismail, adalah hal paling merugikan dalam kehidupan. Terutama dari sudut pandang imannya.

Ismail memang religius. ”Sejak kecil, orang tua saya selalu menekankan nilai-nilai Islam yang kuat kepada saya,” paparnya. Ajaran itu terus terbawa hingga sekarang. Karena itu, Ismail selalu berusaha ikut pengajian di mana pun. ”Untuk menambah ilmu,” tuturnya.

Hampir semua pengajian di Surabaya dan Sidoarjo pernah dia datangi. Bahkan, dia selalu menyempatkan ikut kuliah subuh di TVRI. Tapi, dia mengaku tak ikut sebuah organisasi keagamaan apa pun. ”Saya tak ikut PKS atau apa pun. Saya lebih suka begini saja,” katanya.

Dalam Islam, rokok dianggap makruh (sesuatu yang sebaiknya ditinggalkan). Bahkan, sebagian ulama menilai haram. ”Itu yang memengaruhi pemikiran saya,” katanya.

Apalagi, ikhwan-ikhwan (saudara) sepengajian sering mengingatkan dia. Juga mengirim e-mail berisi tulisan dan gambar tentang akibat merokok. ”Ngeri, ngeri, kalau melihat gambarnya. Paru-paru yang hitam membusuk, orang yang kondisinya sekarat, wahh… pokoknya mengerikan,” tuturnya.

Satu pemikiran mulai menusuk dirinya. ”Masak sih saya memberi makan anak dan istri dengan uang yang dihasilkan dari industri yang merusak masyarakat,” katanya lalu buru-buru menambahkan bahwa itu pendapatnya pribadi.
Sejak itu, kinerja Ismail melorot drastis. Manajemen perusahaan melihat perubahan tersebut. Manajemen yang bijak mengajak Ismail berbicara dari hati ke hati. Karena memang sudah bimbang, Ismail memutuskan mundur dari perusahaan pada Juni 2007. ”Saya akan merugikan perusahaan bila tidak bisa kerja maksimal. Karena situasinya seperti itu, saya pikir inilah titik untuk hijrah. Saya keluar secara baik-baik,” urainya.

Atas jasa-jasanya selama 16 tahun bekerja, perusahaan memberi pesangon Rp 400 juta. Selepas dari perusahaan, Ismail melakukan apa saja yang halal untuk menyambung hidup. Di antaranya, menjadi sales parfum tiruan. ”Saya menemukan dunia yang asyik. Ternyata, saya juga punya potensi di bidang marketing,” katanya dengan mata berbinar.
Untuk menambah penghasilan, Ismail berjualan es tebu. ”Saya bertemu pemilik Mr Tebu dan saya membeli franchise-nya seharga Rp 10 juta. Itu sudah dapat rombong dan peralatannya,” tuturnya. Dia menggenjot sendiri rombong tersebut.

Perubahan hidup itu membuat Sri Lestari -istri yang kini telah berpisah- kaget. Kata-kata seperti terus kerjo opo, Pa? sering kali terucap. Ketika Ismail memutuskan menggenjot sendiri rombong es tebunya, Sri nyaris tak percaya. ”Sing bener ae, Pa?” ujar Sri sebagaimana ditirukan Ismail.

Namun, Ismail bergeming. Melihat keteguhan hati suaminya, Sri bisa memahami. ”Apalagi, tetap harus ada penghasilan kan,” katanya. Ismail tak bersedia mengungkapkan alasan pisah dari istrinya.

Selain parfum dan es tebu, Ismail mencoba jual beli apa saja. Mulai seprai hingga mobil. Namun, hanya eceran. ”Maklum, dana terbatas dan penghasilan harus ditingkatkan,” ungkapnya.

Dari berjualan parfum, Ismail hanya mendapatkan rata-rata Rp 600 ribu per bulan, sedangkan dari es tebu dapat Rp 700 ribu-Rp 800 ribu. ”Tapi, saya bangga dengan pilihan ini. Meski hanya jadi tukang es tebu dan sales parfum, saya jauh lebih berbahagia daripada saat masih kerja di industri rokok,” tegasnya. (*/cfu/JP)